Ada yang berbeda dengan Kota Yogyakarta setiap Kamis Pahing,
yang hanya terjadi setiap selapan atau 35 hari sekali. Para pelajar dan pegawai
negeri mengenakan busana adat Jawa khas
Yogyakarta. Pada hari ini mereka menggunakan lurik, jarik, selop dan blangkon.
Sebagai contoh, kantor Pusakatours Indonesia, sebagai Agent
Tour Travel yang berlokasikan di Jl.Tamansiswa Kota Yogyakarta Kamis (17/1).
Setiap hari Kamis Pahing dalam penanggalan Jawa, walau bukan kantor
pemerintahan, Pusakatour Indonesia ikut memeriahkan dengan menggunakan pakaian
khas Yogyakarta. Dengan kompak, para
staf memberikan pelayanan kepada klien menggunakan pakaian Jawa seharian penuh pada tanggal 17 Februari 2019 silam.
Poto Bersama Keluarga PusakaTours |
Tujuan dari penggunaan pakaian adat gaya Yogyakarta secara rutin adalah sebagai melestarikan budaya leluhur dan hal ini sudah ditetapkan melalui Undang-Undang. Pakaian adat gaya Yogyakarta dan seluruh aturan berpakaian diatur sesuai acuan yang berlaku.
“Dalam menetapkan
jenis pakaian adat gaya Yogyakarta yang akan dikenakan pegawai, kami meminta
pendapat dari berbagai ahli budaya termasuk ke Sekda DIY,” kata Kepala Bagian
Organisasi Pemerintah Kota Yogyakarta Kris Sardjono Sutedjo di Yogyakarta.
Pakaian adat yang akan dikenakan oleh pegawai laki-laki
adalah surjan lurik dan jarik, sedang untuk pegawai perempuan adalah kebaya
polos dan jarik.
“Atasan tidak boleh menggunakan motif bunga karena motif itu
hanya diperuntukkan bagi keluarga keraton saja,”katanya. Begitu pula dengan
jarik tidak diperkenankan menggunakan motif parang besar karena hanya
diperuntukkan bagi keluarga keraton.
Namun peraturan ini tidak bersifat ketat, karena tidak ada
sanksi bagi pegawai yang tidak berpakaian sesuai khas Yogyakarta.
Pemilihan hari Kamis Pahing dikarenakan adanya nilai sejarah
yang melekat pada hari tersebut. Pada tanggal 13 Februari 1755, ada peristiwa penandatanganan
Perjanjian Giyanti. Perjanjian yang merupakan awal mula berdirinya Keraton
Yogyakarta. Setelah penandatanganan, pembangunan Keraton membutuhkan waktu
kurang lebih satu tahun. Selama proses pembangunan, Sultan bersama keluarga
tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang. Hingga akhirnya, Sri Sultan HB I
beserta keluarga dan pengikutnya berpindah ke Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756 yang bertepatan
dengan hari Kamis Pahing 13 Sura 1682 TJ.
Peristiwa inilah yang menjadi dasar penentuan Hari Jadi Kota
Yogyakarta karena pada saat itu dimulai pembangunan sarana dan prasarana untuk aktivitas
pemerintahan, dari kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat
tinggal dibangun secara bertahap. Maka dari itu, Hari Jadi Kota Yogyakarta ditentukan
pada tanggal 7 Oktober 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2004.
0 comments:
Post a Comment